Sabtu, 17 Maret 2018

KYAI ASRORI ITU KAYAK “SEGORO”

Iseng  |  bongkar-bongkar barang lama  |  Gak sengaja nemu kaset  |  isinya suara Min Ba’dhil Habaaib  ||

Jadi keingat  |  sekitar tahun 2001  |  pernah diutus oleh Romo YAI RA
untuk sowan menghaturkan bingkisan/hadiah ke beliau di rumahnya di Solo - Jateng  ||

Sambil dengar suara rekaman  |  entah kenapa  |  tanpa sengaja lha koq "mbrebesmili"   ||  Berikut potongan rekaman tersebut  ||

KYAI ASRORI ITU KAYAK SEGORO  |  KAMU TAHU SEGORO ?  |   LAUTAN  |  SING JENENG LAUTAN ITU SEMUA MASUK  |  SEMUA DITAMPUNG  |  YAA YANG BERSIH - YAA YANG KOTOR  |  SEMUA DITAMPUNG  |  BAHKAN SAMPAI, MAAF INI, KOTORAN MANUSIA PUN – YANG NAJIS ITU – MASUK KE SITU  |  ITU SEGORO  ||

TAPI YANG NAMANYA JENENG BANYU SEGORO ITU - AIR LAUTAN ITU  |  TETAP SUCI DAN MENSUCIKAN  |  AIR LAUT ITU TIDAK HANYA SUCI TAPI BISA MENSUCIKAN  |  BISA DIPAKAI WUDLU, BISA DIPAKAI MANDI TAUBAT, SEGALANYA  ||

KYAI ASRORI ITU IBARATNYA YAA KAYAK SEGORO ITU  |  DENGAN HATINYA YANG JEMBAR  |  YANG LAPAAAANG  |  SEMUA ORANG DITERIMA  |  SEGALA MACAM ORANG DIBAIKI SAMA KYAI ASRORI  |  YAA YANG AHLU IBADAH - YAA YANG AHLU MAKSIAT  |  YAA YANG DATANG DENGAN NIAT IHLAS ATAUPUN YANG DATANG DENGAN MEMBAWA KEPENTINGAN  |  KAAAABEHH …  |  DITERIMA DAN DILAYANI DENGAN AKHLAQ  ||

CATET YAA  |  SEMUA ORANG YANG DATANG MENDEKAT, SEMUA DITERIMA DAN DILAYANI OLEH KYAI ASRORI, DENGAN APA ?  |  DENGAN AKHLAQ  |  AKHLAQNYA SIAPA ?  |  TENTU AKHLAQNYA RASULULLAH SAW  ||

KAMI KAMI INI, YANG KATANYA ANAK TURUN RASULULLAH SAW INI  |  SAMPAI SUNGKAN DEWE  | WA-ALLAAH …. ANA INI SUNGKAN DEWE SAMA KYAI ASRORI ITU  | YAAPA GAK SUNGKAN  |  ANA INI  |  YANG KATANYA SIBTHIN NABI SAW  |  MASIH JAUUUUH DARI AKHLAQ SEPERTI YANG DIPRAKTEKKAN SAMA KYAI ASRORI ITU …  ||

SUDAH KAYAK BEGITU, KYAI ASRORI ITU  |  HORMATNYA KEPADA KAMI-KAMI INI, YAA ALLAAAH … LUAR BIASA  | PADAHAL BELIAU ITU SIAPA ?  |  WALI-ALLAAH  |  WA MURSYIDUTH-THORIIQOH  |  BELIAU INI ANAK RUHANINYA PARA WALI WALI BESAR  |  ANAKNYA SYEIKH ABDUL QODIR JIILANI RA  |  LHAA ANA INI SIAPA?  |  WONG TEMBRE-TEMBRE KAYAK GINI (Sambil matanya berkaca-kaca)  ||

#Repost

MAKAN DAN TIDURNYA ROMO YAI RA

Dalam suasana duduk duduk santai di teras Aula Ponpes As Salafi Al Fithrah Surabaya, seusai majlis Haul Akbar Ahad Pagi, tahun 2006, ada seorang Habib mengajak bicara Fulan - salah seorang penderek Romo Yai RA.

Semula, Fulan mengira Habib ini hanya mengajak ngobrol sebatas berbasa basi. Tapi setelah disimak dan diikuti, rupanya Habib ini sedang serius mengajak mengobrolkan atau "ngerasani" tentang Romo YAI RA.

"Orang seperti Kyai Asrori ini", kata Habib tersebut, "rasa senangnya terletak di orang lain. Coba saja lihat". "Maksudnya bagaimana, Bib?" Tanya si Fulan. Lantas Habib itu menyahut meneruskan dawuhnya.

"Kyai Asrori itu, akan merasa nikmat, nikmatnya makan misalnya, jika Beliau melihat orang lain makan dan kelihatan sangat menikmati. Itu Kyai Asrori baru ikut merasakan nikmatnya. Beliau seperti merasa seneeeeeng dan bersyukur."

Lanjutnya, "Tapi, bagaimana dengan makannya Yai sendiri? Tak pernah dan tak akan pernah Yai itu bisa makan sampai merasa nikmat. Kenapa? Karena tak sempat. Tidak mungkin bagi orang seperti Kyai Asrori itu untuk sempat enak makan seperti kita kita ini. Tidak mungkin sempat. Percaya, sudah." Kata Habib itu dengan nada meninggi. Ia mulai tampak serius dan berusaha meyakinkan.

Fulan terdiam dan mulai merenung. Fulan mengingat ingat, bagaimana Romo YAI RA di saat harus dahar. Juga, bagaimana Beliau RA pada saat semestinya orang pada umumnya harus tidur untuk istirahat. Di dalam hatinya, ia seperti mengatakan : Benar juga Habib ini.

Habib itu lalu meneruskan, "Coba lihat seperti waktu selesai majlis kayak tadi itu. Makanan begitu banyak. Di sana makanan, di sini makanan. Enak enak. Maasyaa-Allaah. Tapi ana lihat tadi, Kyai Asrorinya cuma berdiri. Pindah ke sana, pindah ke lain lagi, cuma mempersilakan : Fadhdhol Bib ... Fadhdhol Bib ... ! Habibnya pada makan "lèko". Ambil ini ambil itu. Yang lezat lezat. Semua disantap. Tapi saya coba perhatikan betul. Kyai Asrorinya cuma senyum senyum, melihat para habib yang makan itu. Subhaana-Allaah."

"Jadi kapan makannya Kyai Asrori ini? WaAllaaah, ana belum pernah lihat Kyai Asrori makan dengan enak. Belum pernah ana lihat." Habib ini mulai tampak berkeringat karena seriusnya.

Fulan jadi teringat akan banyak hal. Romo YAI RA itu, misalnya ketika dalam perjalanan ke luar kota bersama rombongan beberapa orang pengikut/pendereknya, ketika tiba saatnya harus berhenti untuk makan, maka Beliau RA selalu mencari restoran, depot, warung atau tempat makan yang sekira cocok untuk selera para pengikutnya ini.

Setelah pesanan sudah dihidangkan, semua pada khusyu' dengan isi piringnya sendiri. Romo YAI RA pun kelihatan ikut dahar. Tapi, jika diamati dengan seksama, maka akan ketahuan kalau dahar Beliau RA itu cuma sesuap dua suap. "Cimik-cimik" istilahnya. Kelihatannya saja Beliau RA dahar dengan lahapnya, tapi waktunya lebih banyak dihabiskan untuk melayani yang lain.

Yang sering Beliau RA lakukan, misalnya, tiba tiba saja Beliau RA memesan tambahan lauk. Setelah dihidangkan, diambil untuk dicicip sedikit, lantas dikasikan ke yang lain. Pesan menu lauk lagi, dicicip sedikit, lalu dikasikan ke yang lain lagi. Sementara mereka yang dikasi tetap saja menerima dan menikmatinya. Bahkan berebut dengan temannya. Selalu begitu.

Sampai di suatu saat, Beliau RA sempat Dawuh kepada Fulan : "Saya paling seneng melihat orang itu, ketika dalam dua keadaan. Pertama, ketika saya melihat orang sedang makan dengan lahap. Sepertinya dia menikmati benar makannya itu. Itu saya senang. Kedua, kalau saya melihat orang yang sedang tidur lelap sekali. Sampai "ngorok" (mendengkur). Saya membayangkan betapa nikmatnya ia. Kalau sudah begitu, saya itu tidak berani membangunkan. Meskipun ada acara penting. Begitu."

Pernah suatu ketika, Fulan ini terpaksa matur untuk bertanya. Karena tidak satu dua kali tapi sering terjadi. Di saat Romo YAI RA dahar bareng-bareng dengan yang lain, tiba tiba Beliau RA berdiri meninggalkan meja, menuju toilet. Dan itu cukup lama.

Semula Fulan beranggapan ini hal yang biasa. Tapi berhubung sering dilakuk

an oleh Romo YAI RA, akhirnya dia memberanikan diri untuk menanyakan, "Ngapunten Yai. Saya perhatikan, Yai seringkali ketika dahar, terus pergi ke toilet. Dan itu tidak sebentar. Jujur, saya lalu ada muncul khawatir. Atau pingin tahu kenapa. Maaf jika saya salah Yai. Atau Yai kurang berkenan."

Syukur Alhamdulillah, ternyata Romo YAI RA menanggapi dengan menjelaskan, "Begini Fulan. Saya itu kalau makan, harusnya cepet cepet selesai. Pokoknya mesti cepat ditelan, dan segera selesai. Begitu. Itu keadaan badan saya yang menuntut seperti itu kalau saya pingin bisa makan agak banyak. Apa sebabnya? Supaya jangan sampai kedahuluan pikiran saya kemasukan urusan."

"Karena kalau sudah kemasukan urusan ; ingat murid, ingat ini, ingat itu, ingat apa saja yang memang jadi tanggung jawab keseharian saya, itu kalau pas makan, pasti jadinya pingin muntah. Pembawaan tubuh saya itu sudah otomatis begitu. Tidur pun begitu. Jadi akhirnya gak bisa tidur."

"Kamu bayangkan sendiri lah. Ibaratnya anakmu punya hutang sama orang. Jumlahnya jutaan. Tiba tiba ketika malam mau tidur, kamu ditelpon orang, kalau besok pagi pagi akan ditagih. Dan harus kamu bayar lunas. Kalau nggak, kamu akan dibawa ke polisi. Apa kamu bisa tidur? Nggak waras kalau kamu masih bisa tidur lelap. Yaa ....? Ibaratnya seperti itu."

"Jadi, makan gak pernah bisa enak. Tidur gak pernah bisa lama. Apalagi pulas. Selalu gelisaaaah. Pikiran ini selalu "umep" (=mendidih). Saya bisa tidur itu biasanya kalau kondisi fisik ini benar benar memang menuntut sendiri untuk harus tidur. Memang badan manusiawi saya yang tidak kuat. Sehingga akhirnya jadi tertidur. "Keseliyer". Itu tidur saya. Yang namanya orang "keseliyer" itu, berapa lama sih?"

Di akhir obrolan di Aula yang diceritakan di awal tadi, Habib itu berkata, "Itu memang sudah jadi ciri bagi setiap Ulama Besar yang ditugasi Allah untuk mengemban ummat. Siapa pun. Coba ditelaah kisah kisah dari Ulama Besar dunia yang lainnya. Ini tak lain karena memang mewarisi ciri dari kekasihnya Rasulullah SAW".

"Rasulullah SAW itu sepanjang hidup di masa ke-Nabiannya, dua puluh empat jam tidak pernah putus untuk memikirkan nasib ummatnya. Hingga sampai sampai di saat maut akan menjemputnya, yang muncul di pikirannya malah bertanya : bagaimana nasib ummatku kelak. Persis ! Para Mursyid para Ulama Besar itu yaa persis seperti Rasulullah SAW ini. Begitu pun Kyai Asrori yang sekarang kita ikuti ini. Persis."

Agak setengah gemetaran, Habib itu kemudian menepuk nepuk pundak Fulan, sambil mulutnya mengucapkan doa. Dan, Fulan cuma bisa berucap "Aamiiin Aamiiin AllaaHhumma Aamiiin Yaa Robbal 'Aalamiiin".

AllaaHhummanfa'naa BiHhii
Wa Bi BarkatiHhii Wa Bi 'UluumiHhii
Fid-Daaroiin. Aamiiin.
Al Faatihah ... !

Rabu, 07 Maret 2018

CATATAN SEDERHANA BAGI PENGIKUT BARU DARI KALANGAN KAWULA MUDA DI MAJLIS "AL KHIDMAH"


Puji Syukur Alhamdulillah  |  kita ini diberi nikmat hidup pada zaman dan di tempat  |  yang mana akhirnya kita menjadi MENGENAL suatu Tuntunan  |  dari seorang Pembimbing Ruhani yang Sempurna  | Seorang Penuntun  | yang tak hanya sebagai orang yang baik, tapi juga orang yang membaikkan orang lain  |   Yakni Romo Kyai Haji Ahmad Asrori Al Ishaqi RA  |  atau yang lazim kita sebut dengan : Romo YAI RA  ||

Pada tahun 1994  |  dalam sebuah Majlis Pengajian di Tulungagung  |  Romo YAI RA memancing para Jamaah dengan pertanyaan  :  |  Coba tolong dijawab  |  para Bapak dan Ibu yang kini memiliki anak remaja  |  usia SMP atau SMA, misalnya  |  Kira kira, hal yang selalu menjadi beban pikiran  |  yang terus menerus menimbulkan kekhawatiran dalam sehari hari di rumah  |  itu apakah soal ketersediaan sandang pangan rumah tangga?  |  ataukah soal pekerjaan suami?  |  ataukah soal hubungan dengan tetangga?  |  ataukah soal anak kita yang masih remaja itu?  ||  Lalu serentak para Jamaah menyahut dengan jawaban yang sama  :  |  soal anak  ||

Romo YAI RA kemudian meneruskan Dawuhnya  |  Kenapa koq soal anak?  |  Ada apa dengan anak kita?  |  Karena, sudah hampir bisa dipastikan  |  bahwa setiap orang tua pasti menginginkan agar anaknya menjadi anak yang SHOLIH/-AH  |  Dalam bahasa jawa, Sholih/-ah ini disebut dengan istilah yang gampang kita mengerti, yakni Anak yang "GENAH"  ||

Sebaliknya, aoa yang paling ditakutkan oleh orang tua?   |   Ya tentu amat khawatir kalau kalau anaknya terhanyut dalam pergaulan  |  yang mana - walhasil - sang anak tidak lagi menjadi anak yang "genah"  |  Lalu merepotkan orang tua  |  Bahkan menjatuhkan nama baik keluarga  |  Bahkan menjadi masalah di masyarakat  |  dan seterusnya  ||

Itulah alasan  |  mengapa orang tua menjadi selalu merasa berat di hati  |  menjadi selalu terngiang melintas di pikiran  |  bagaimana nasib anakku ini  ||

Romo YAI RA kemudian meneruskan Dawuhnya dengan memberikan kriteria yang sederhana :  |  Apa sih yang bisa dijadikan pertanda |  untuk mengatakan bahwa anak itu sholih atau tidak sholih?  |  Apa sih ukuran untuk menilai bahwa anak itu bakal menjadi anak yang "genah" ataukah yang tidak "genah" ?  ||

Sebenarnya sederhana dan mudah dilihat  |  Apa itu?  |  Ada 2 pertanda  ||  Pertama  |  Seorang anak itu baru bisa dinilai bahwa ia bakal menjadi anak yang sholih/-ah  |  jika anak tersebut sudah bisa MENDOAKAN KEDUA ORANG TUANYA  ||

Kedua  |  orang orang yang menjadi temannya  |  kegemaran dalam krbersamaannya  |  para sahabat akrabnya dalam pergaulan sehari hari  |  ialah mereka atau orang orang yang sholih/-ah  ||

Kemudian Romo YAI RA menerangkan agak panjang lebar mengenai betapa besarnya pengaruh pertemanan  |  hingga dalam Hadits, Rasulullah SAW sampai menyebutnya dengan menggunakan istilah "agama"  |  Bahwa  "agama" seseorang itu seringkali dipengaruhi oleh  -  dan bahkan mengikuti  -  temannya  |  Demikian seterusnya  ||

Mungkin tanpa kita sadari  |  bahwa Majlis Majlis Dzikir di Al Khidmah seperti yang selama ini telah kita ikuti ini  |  adalah bukti yang nyata  |  akan telah  terintegrasikannya kedua pertanda tersebut di atas  ||

Majlis Dzikir, atau Maulud Nabi, atau Haul, atau Manaqiban, atau apapun namanya Majlis di Al Khidmah yang kita ikuti  |  esensinya adalah bahwa kita ini sedang berkirim doa  ||

Siapapun yang kita Haul-i  |  Nama nama para Wali, para Priagung, para orang orang besar dan mulia di Sisi Allah  |  seperti Syeikh Abdul Qodir Al Jiilani RA  |  atau Mbah Sunan Giri RA  |  atau Mbah Buyut ....  |  Itu semua dipasang lebih karena sebagai "judul" yang diutamakan saja  ||  Akan tetapi, secara isi dan esensi  |  kita ini juga mendoakan kedua orang tua kita  |  Bahkan berdoa untuk kebaikan diri kita sendiri  |  untuk kebaijan eluarga kita  |  para orang yang dekat di sekitar kita  |  dan seterusnya  ||

Jadi, siapapun kita yang ikut hadir dalam Majlis di Al Khidmah  |  maka secara otomatis dirinya ini  |  sedang berusaha untuk memenuhi atau memiliki pertanda sebagai anak yang sholih/-ah  |  Dan semoga kita memang demikian  ||

Selain dari itu  |  saat berada di Majlis  |  tentu kita semua ini duduk bersama dengan banyak orang  |  Siapa saja mereka itu?  |  Tentu sebagian dari mereka adalah para hamba Allah yang sholih  |  Di situ ada duduk para9 Habaib, Kyai, Ustadz, Santri  |  atau siapapun orang  |  yang mana meteka menginginkan agar dirinya "rojaa"  |  Bertaubat, kembali ke Jalan menuju Allah 'Azza Wajall  ||

Semakin sering kita hadir di Majlis Al Khidmah  |  tentu semakin banyak teman kita di dalam satu Jamaah  |  Dan kemudian akhirnya memang mereka itulah teman teman keseharian kita  |  Bahkan, oleh Romo YAI RA, kita sesama Jamaah pengikut Beliau RA ini "dipersaudarakan"  |  Dididik agar saling mengunjungi  |  Diajari untuk saling mendoakan  ||

Sehingga ini semua sekaligus menjadi bukti nyata akan adanya pertanda anak sholih/-ah yang kedua  |  Bahwa teman teman kita juga adalah orang orang yang sholih/-ah  ||

Sub-haana-AllaaHh  |  Begitu simpelnya Romo YAI RA merumuskan  |  dan kemudian memberikan resep atau formulasi kepada masyarakat umum  |  sebagai jawaban nyata  |  atas persoalan hidup yang (mungkin) rumit  |  Yakni pendidikan karakter  |  atau bagaimana upaya membentuk karakter anak muda  |  hingga menjadi generasi yang baik   ||

Dalam ranah telaah ilmiah di dunia psikologi pendidikan dan psikologi sosial  |  sebenarnyalah hal demikian ini telah bertahun tahun menjadi topik diskusi, seminar, atau penelitian yang panjang, pelik, dan tak kunjung tuntas  |  bisa menemukan konklusi tentang cara mana yang dianggap efektif  ||

Lain daripada itu  |  di saat Romo YAI RA merintis untuk memulai Kumpulan Al Khidmah ini  |  yakni era 1990-an  |  seakan akan Beliau RA sudah menerawang jauh ke depan  |  Bahwa di Indonesia, khususnya di kalangan para remaja dan mahasiswa  |  bakal bermunculan adanya pengaruh ajaran  |  dengan berbagai aliran  |  yang mungkin lebih cenderung mengajak kepada semangat melakukan kajian ilmu ilmu agama  syar'iyyah, di satu sisi  |  Namun di sisi lain, cenderung mengabaikan tujuan yang pokok  |  Yakni men-"Sholih"-kan setiap pribadinya  ||

Semoga pemikiran yang amat sederhana ini  |  bisa menjadi satu "mutiara" yang penting dan besar "hikmah"-nya bagi adik adik para remaja  |  Sehingga lebih mengukuhkan keyakinan kita  |  serta menuntun diri  kita  |  di dalam menjalani masa dan tugas besar sebagai "kawula muda"  |  pelajar ataupun mahasiswa  ||  Aamiiin  ||

Tanpa penambahan dan tanpa pengurangan
#Repost Imam Subakti

CATATAN SEDERHANA BAGI PENGIKUT BARU DARI KALANGAN KAWULA MUDA DI MAJLIS "AL KHIDMAH"


Puji Syukur Alhamdulillah  |  kita ini diberi nikmat hidup pada zaman dan di tempat  |  yang mana akhirnya kita menjadi MENGENAL suatu Tuntunan  |  dari seorang Pembimbing Ruhani yang Sempurna  | Seorang Penuntun  | yang tak hanya sebagai orang yang baik, tapi juga orang yang membaikkan orang lain  |   Yakni Romo Kyai Haji Ahmad Asrori Al Ishaqi RA  |  atau yang lazim kita sebut dengan : Romo YAI RA  ||

Pada tahun 1994  |  dalam sebuah Majlis Pengajian di Tulungagung  |  Romo YAI RA memancing para Jamaah dengan pertanyaan  :  |  Coba tolong dijawab  |  para Bapak dan Ibu yang kini memiliki anak remaja  |  usia SMP atau SMA, misalnya  |  Kira kira, hal yang selalu menjadi beban pikiran  |  yang terus menerus menimbulkan kekhawatiran dalam sehari hari di rumah  |  itu apakah soal ketersediaan sandang pangan rumah tangga?  |  ataukah soal pekerjaan suami?  |  ataukah soal hubungan dengan tetangga?  |  ataukah soal anak kita yang masih remaja itu?  ||  Lalu serentak para Jamaah menyahut dengan jawaban yang sama  :  |  soal anak  ||

Romo YAI RA kemudian meneruskan Dawuhnya  |  Kenapa koq soal anak?  |  Ada apa dengan anak kita?  |  Karena, sudah hampir bisa dipastikan  |  bahwa setiap orang tua pasti menginginkan agar anaknya menjadi anak yang SHOLIH/-AH  |  Dalam bahasa jawa, Sholih/-ah ini disebut dengan istilah yang gampang kita mengerti, yakni Anak yang "GENAH"  ||

Sebaliknya, aoa yang paling ditakutkan oleh orang tua?   |   Ya tentu amat khawatir kalau kalau anaknya terhanyut dalam pergaulan  |  yang mana - walhasil - sang anak tidak lagi menjadi anak yang "genah"  |  Lalu merepotkan orang tua  |  Bahkan menjatuhkan nama baik keluarga  |  Bahkan menjadi masalah di masyarakat  |  dan seterusnya  ||

Itulah alasan  |  mengapa orang tua menjadi selalu merasa berat di hati  |  menjadi selalu terngiang melintas di pikiran  |  bagaimana nasib anakku ini  ||

Romo YAI RA kemudian meneruskan Dawuhnya dengan memberikan kriteria yang sederhana :  |  Apa sih yang bisa dijadikan pertanda |  untuk mengatakan bahwa anak itu sholih atau tidak sholih?  |  Apa sih ukuran untuk menilai bahwa anak itu bakal menjadi anak yang "genah" ataukah yang tidak "genah" ?  ||

Sebenarnya sederhana dan mudah dilihat  |  Apa itu?  |  Ada 2 pertanda  ||  Pertama  |  Seorang anak itu baru bisa dinilai bahwa ia bakal menjadi anak yang sholih/-ah  |  jika anak tersebut sudah bisa MENDOAKAN KEDUA ORANG TUANYA  ||

Kedua  |  orang orang yang menjadi temannya  |  kegemaran dalam krbersamaannya  |  para sahabat akrabnya dalam pergaulan sehari hari  |  ialah mereka atau orang orang yang sholih/-ah  ||

Kemudian Romo YAI RA menerangkan agak panjang lebar mengenai betapa besarnya pengaruh pertemanan  |  hingga dalam Hadits, Rasulullah SAW sampai menyebutnya dengan menggunakan istilah "agama"  |  Bahwa  "agama" seseorang itu seringkali dipengaruhi oleh  -  dan bahkan mengikuti  -  temannya  |  Demikian seterusnya  ||

Mungkin tanpa kita sadari  |  bahwa Majlis Majlis Dzikir di Al Khidmah seperti yang selama ini telah kita ikuti ini  |  adalah bukti yang nyata  |  akan telah  terintegrasikannya kedua pertanda tersebut di atas  ||

Majlis Dzikir, atau Maulud Nabi, atau Haul, atau Manaqiban, atau apapun namanya Majlis di Al Khidmah yang kita ikuti  |  esensinya adalah bahwa kita ini sedang berkirim doa  ||

Siapapun yang kita Haul-i  |  Nama nama para Wali, para Priagung, para orang orang besar dan mulia di Sisi Allah  |  seperti Syeikh Abdul Qodir Al Jiilani RA  |  atau Mbah Sunan Giri RA  |  atau Mbah Buyut ....  |  Itu semua dipasang lebih karena sebagai "judul" yang diutamakan saja  ||  Akan tetapi, secara isi dan esensi  |  kita ini juga mendoakan kedua orang tua kita  |  Bahkan berdoa untuk kebaikan diri kita sendiri  |  untuk kebaijan eluarga kita  |  para orang yang dekat di sekitar kita  |  dan seterusnya  ||

Jadi, siapapun kita yang ikut hadir dalam Majlis di Al Khidmah  |  maka secara otomatis dirinya ini  |  sedang berusaha untuk memenuhi atau memiliki pertanda sebagai anak yang sholih/-ah  |  Dan semoga kita memang demikian  ||

Selain dari itu  |  saat berada di Majlis  |  tentu kita semua ini duduk bersama dengan banyak orang  |  Siapa saja mereka itu?  |  Tentu sebagian dari mereka adalah para hamba Allah yang sholih  |  Di situ ada duduk para9 Habaib, Kyai, Ustadz, Santri  |  atau siapapun orang  |  yang mana meteka menginginkan agar dirinya "rojaa"  |  Bertaubat, kembali ke Jalan menuju Allah 'Azza Wajall  ||

Semakin sering kita hadir di Majlis Al Khidmah  |  tentu semakin banyak teman kita di dalam satu Jamaah  |  Dan kemudian akhirnya memang mereka itulah teman teman keseharian kita  |  Bahkan, oleh Romo YAI RA, kita sesama Jamaah pengikut Beliau RA ini "dipersaudarakan"  |  Dididik agar saling mengunjungi  |  Diajari untuk saling mendoakan  ||

Sehingga ini semua sekaligus menjadi bukti nyata akan adanya pertanda anak sholih/-ah yang kedua  |  Bahwa teman teman kita juga adalah orang orang yang sholih/-ah  ||

Sub-haana-AllaaHh  |  Begitu simpelnya Romo YAI RA merumuskan  |  dan kemudian memberikan resep atau formulasi kepada masyarakat umum  |  sebagai jawaban nyata  |  atas persoalan hidup yang (mungkin) rumit  |  Yakni pendidikan karakter  |  atau bagaimana upaya membentuk karakter anak muda  |  hingga menjadi generasi yang baik   ||

Dalam ranah telaah ilmiah di dunia psikologi pendidikan dan psikologi sosial  |  sebenarnyalah hal demikian ini telah bertahun tahun menjadi topik diskusi, seminar, atau penelitian yang panjang, pelik, dan tak kunjung tuntas  |  bisa menemukan konklusi tentang cara mana yang dianggap efektif  ||

Lain daripada itu  |  di saat Romo YAI RA merintis untuk memulai Kumpulan Al Khidmah ini  |  yakni era 1990-an  |  seakan akan Beliau RA sudah menerawang jauh ke depan  |  Bahwa di Indonesia, khususnya di kalangan para remaja dan mahasiswa  |  bakal bermunculan adanya pengaruh ajaran  |  dengan berbagai aliran  |  yang mungkin lebih cenderung mengajak kepada semangat melakukan kajian ilmu ilmu agama  syar'iyyah, di satu sisi  |  Namun di sisi lain, cenderung mengabaikan tujuan yang pokok  |  Yakni men-"Sholih"-kan setiap pribadinya  ||

Semoga pemikiran yang amat sederhana ini  |  bisa menjadi satu "mutiara" yang penting dan besar "hikmah"-nya bagi adik adik para remaja  |  Sehingga lebih mengukuhkan keyakinan kita  |  serta menuntun diri  kita  |  di dalam menjalani masa dan tugas besar sebagai "kawula muda"  |  pelajar ataupun mahasiswa  ||  Aamiiin  ||

Tanpa penambahan dan tanpa pengurangan
#Repost Imam Subakti

Selasa, 06 Maret 2018

Cerita Yai Rori: Sikap teladan Romo Yai Rori dalam menjamu tamu tamunya


*

Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa menghormati tamu merupakan suatu etika yang sangat dianjurkan. Bahkan ia dikaitkan dengan nilai kesempurnaan iman seorang Muslim. Artinya, salah satu indikator mudah untuk mengukur kesempurnaan iman seorang Muslim adalah dari caranya menghormati sang tamu. Dan teknis yang paling mudah dalam menghormati tamu ini adalah dengan memberikan jamuan (makanan serta minuman) untuknya, selain tentu saja juga dengan “njagongi” dan menampakkan raut muka berseri kepadanya.

Adab dan etika yang mulia dalam menghormati tamu ini tentu juga telah diteladankan oleh guru kita Romo KH. Achmad Asrori Al Ishaqi RA. Bagi yang dianugerahi sempat “menangi” bisa menatap dan melihat wajah teduh Beliau RA, tentu masih ingat saat Beliau RA bebrapa kali nunggok.i para murid dan jamaahnya saat talaman seusai majlis dzikir dan haul, hanya untuk memastikan agar pendistribusian talam bisa merata dan agar mereka makan dengan thuma’ninah sampai habis.

Yang paling “mencolok” dari teladan menghormati tamu ini –menurut saya-- adalah saat majlis sowanan. Majlis yang juga disebut maturan ini adalah satusatunya peluang (emas) bagi para jamaah biasa (yang tidak punya akses ke ndalem) untuk berinteraksi langsung –dalam arti bisa berdialog-- dengan Beliau RA. Dalam majlis ini, siapa pun –tak harus murid atau jamaan Alkhidmah-- bisa berkonsultasi dan kemudian menerima serta menyaksikan sendiri betapa arif dan bijaksananya Yai RA dalam memberikan solusi serta tuntunan atas permasalahan yang di-ajukan. Tak heran jika kemudian, hal-hal yang dimaturkan oleh masyarakat sangatlah beragam. Mulai dari yang matur masalah jodoh, masalah hubungan muda-mudi yang tak disetujui oleh orang tuanya, masalah rumah tangga, minta barokah nama untuk anak, minta barokah nama untuk toko, minta didoakan agar lekas sembuh dari suatu penyakit tertentu, dan bahkan pernah ada yang matur bahwa ia sedang kehilangan sepeda motor.

Dari deskripsi naratif di atas, kiranya sudah sangat tepat bila disimpulkan bahwa dalam majlis sowanan tersebut, yang berkepentingan sebenarnya adalah para jamaah, baik yang matur maupun tidak. Sedangkan Yai RA, dalam konteks ini lebih mirip dengan seorang konsultan yang berstatus free of charge alias gratisan. Tapi kembali kepada tema tulisan ini, faktanya Yai RA tetap memberikan jamuan berupa makan talaman kepada semua yang hadir. Sebab Beliau RA memang menganggap mereka semua adalah tamunya, dan oleh karenanya perlu untuk dijamu serta dimuliakan. Kurang enak apa coba?. Sudah bisa matur dan konsultasi gratis, eh setelahnya masih dikasih makan. Maka, nikmat talaman manakah yang masih kita dustakan, sehingga (kini) kita masih menyisakannya serta tak tandas menghabiskannya?.

Itu belum tamu yang memang secara khusus bertamu di ndalem Kedinding. Tentu juga telah banyak testimoni dari mereka --seperti dari para habaib—yang mengisahkan bagaimana Yai RA memuliakan dan menghormati tamutamunya dengan mengambilkan sendiri makanan untuk mereka, misalnya.

Dari beberapa teman, saya juga memperoleh informasi valid bahwa tamutamu VIP/VVIP Haul Akbar Al Fithrah, bingkisan untuk mereka diberikan “di muka” saat memberikan undangan Haul. Sebab saking banyaknya tamu saat Haul Akbar, bila bingkisan tersebut diberikan seusai acara, dikhawatirkan akan ada di anatara mereka yang terlewat belum diberi (penghormatan berupa) bingkisan Haul.

Tentunya masih banyak kisah sekaligus teladan dari Beliau RA terkait dengan menghormati dan menjamu tamu yang menjadi tema pokok dari tulisan ini. Andapun tentu saja bisa menambahkan datadatanya di kolom komentar. Dengan senang hati saya Insya Allah pasti akan membacanya. Tapi agar tak terlalu panjang, saya ingin langsung saja menuju ke poin paling inti dari yang ingin saya sampaikan. Terus terang saya sendiri juga baru terpikirkan akan hal ini dan masih beberapa bulan terakhir ini saja dalam mempraktikkannya.

Setelah 8 tahun lebih kita ditinggalkan secara dhahir oleh Beliau RA, saya sampai pada perenungan bahwa menurut saya –one & another way-- Yai RA masih tetap “menghormati” dan “menjamu” tamutamu yang menziarahinya sebagaimana saat Beliau masih gesang dulu. Ya. Jamuan dari Beliau yang saya maksud di sini adalah air pesarean seperti yang ada di foto ini. Ingatingat lagi sejarah ditemukannya air pesarean tersebut. Padahal di sekitran sini, jika menggali sumur, maka airnya akan asin; tidak tawar, sebab sebagaimana umumnya daerah pesisir lainnya, air sumurnya sedikit-banyak telah terpapar oleh air laut. Sebelum ini, sayapun juga jarang untuk tak menyebutnya: tidak pernah minum air pesarean bahkan seusai ziarah. Tapi kini, setiap kali usai ziarah, kalau air pesarean sedang “ready stock” dan situasinya memungkinkan, saya selalu menyempatkan untuk minum beberapa tegukan darinya. Dan kalau sedang eling, saat memencet tombol tempat air berwarna oranye tersebut, saya juga sambil membayangkan bahwa Yai Ra sendiri lah yang menuangkannya ke dalam gelas plastik warnawarni yang sedang saya pegang. Ahh....

Walhasil, setiap kali usai ziarah ke pesarean Yai RA, upayakan sebisa mungkin untuk bisa minum air pesarean walaupun sekedar seteguk atau dua teguk. Sebab itu adalah jamuan dari Beliau RA untuk kita tamutamunya yang baru selesai menziarahi Beliau. Dan sebagai tamu yang baik, bukankah kita harus balas menghormati penghormatan yang telah diberikan oleh sang tuan rumah dengan tidak mengecewakannya; dengan tidak menampik jamuan yang telah ia hidangkan?. Dalam hal ini, kita jangan sampai kalah dengan anak(anak) pondok yang meskipun belum melakukan ziarah, kapan pun saat haus mereka selalu “menikmati” jamuan dari Yai RA tersebut. Allah Knows best!.

18 Januari · Publik ·
#Buletin Al Fithrah [BAF]

Amal dalam berkhidmah


Ada teman saya | Dia bercerita kalau baru saja resign dari tempat kerjanya | perusahaan tempat ia mengabdi dan sudah turut bersama sama dalam team yang mengawal membangun perusahaan selama belasan tahun ||

Apa sebab dia memutuskan untuk undur diri? | Panjang ceritanya | Tapi garis besarnya : Dirinya merasa telah bekerja dengan keras dan bersungguh sungguh | Dirinya telah melakukan banyak hal | Bahkan yang tidak pernah dilakukan oleh teman selevelnya pun, dia lakukan juga ||

Akan tetapi | entah mengapa | dalam pandangan dan penilaian Sang Bos - Yang Empunya | justru dia adalah orang yang paling tak banyak berbuat | Kalau toh ada yang dia lakukan | selalunya bukan yang pokok | dan itu dianggap sia sia, tak bermakna | Sedangkan yang pokok, yang menjadi harapan Sang Bos | dia tak ada bukti berbuat sedikitpun ||

Kesimpulannya, di mata Sang Bos, dia ini DI LUAR EKSPEKTASI, di mata Sang Empunya ||

Ini kisah nyata | Dan kami tak ingin turut menilai soal siapa benar siapa salah || Tapi jujur | sambil menyimak cerita teman itu | di pikiran ini sambil melamun : | Jangan jangan | dalam berkhidmah kami di AL KHIDMAH | Satu sisi, kami merasa telah berjibaku dan berbuat dan berkorban banyak buat Syiar AL KHIDMAH | Buat syiar dan besarnya Majlis ||

Eee ... Ternyata dalam pandangan dan penilaian Sang Guru RA beda | Bahwa ternyata : Semua yang kami lakukan itu sia sia | Banyak amal khidmah kami yang "di luar" harapan Romo YAI RA ||

Kami jadi amat ketakutan | Yang kemarin kemarin kami lakukan dengan amat pede | justru kini semakin membuat kami takut ||

Dulu saja | Berapa kali kami jadi terbelalak | ditegur oleh Beliau RA | lantaran tidak melakukan hal hal yang sebelumnya kami anggap sepele dan tidak penting || Sebaliknya | hal yang kami utamakan | Yakni keberhasilan langkah yang kami anggap dan kami yakini bakal membuat Romo YAI RA senang dan bangga | ternyata Beliau RA diam tak berkomentar | Namun suatu saat Beliau RA Dawuh | yang garis besarnya memberikan pesan bahwa : Untuk apa kamu mewujudkan itu? | Memangnya kamu tidak berpikir bahwa dengan begitu nantinya Al Khidmah dikhawatirkan bakal seperti ini bakal seperti itu | Dan seterusnya ||

#Repost Imam Subakti

Tugas utama bagi Panitia di setiap Majlis, Petugas Acara atau Pemimpin/Imam Majlis

Salah satu tugas yang utama bagi Panitia di setiap Majlis ; Juga bagi setiap Petugas Acara atau Pemimpin/Imam Majlis ialah ....
Membuat MEDIA, atau menjadikan dirinya sebagai media yang mana bisa mendorong, menggerakkan RASA di hati sedemikian sehingga RASA di hati para Jamaah sampai ter-INGAT akan Gurunya. terbayang bayang seakan Gurunya HADIR di Hadapannya. Baru kemudian rasa itu bergerak hingga tembus ke para Guru hingga ke Kanjeng Syeikh RA sampai ke Hadapan Kanjeng Nabi Sayyiduna Muhammad SAW hingga ke Haribaan Allah SWT.

Panitia mau bersusah payah membuat dekorasi, menata ini itu atau Kyai/Ustadz/Santri berusaha keras mengatur suara serta irama bacaannya. Semua itu - sesungguhnyalah - dibuat/dilakukan dalam rangka mengantarkan hati para Jamaah sampai bisa "sebho", "Haadhir" di Hadapan Guru-nya.

Ketika Paniiya mengatur dan menata dengan caranya sendiri. Ketika Pimpinan Majlis mengimami bacaan dengan gaya dan iramanya sendiri. Ketika isi Sambutan & Mauidloh menghadirkan benang merah pemikiran dan ilmunya sendiri. Lantaran setiap yang berperan di situ memang tampil hanya berhenti untuk
menghadirkan dirinya sendiri di hadapan segenap Jamaah.

Maka...
Jamaah lantas merasa kecewa
Karena hatinya tidak disuguhi dengan apa yang diharapkannya.
Pahala dzikir? Mungkin dapat.
Keberkahan Guru? Juga dapat.
Namun rasa di hati masih hampa
Karena tiada sedikitpun ia meraih dan membawa pulang "Oleh oleh Majlis",
Yakni : "Nuur" serta "Sirri" Gurunya.

Lalu...
Seberapa kecewanya hati Guru?
Wa-AllaaHhu Wa SyaikhuHhum
A'lamu Bish- Showaab...

#Repost Imam Subakti

PARA PENENTU KEKHUSYU'AN DALAM MAJLIS AL KHIDMAH


Duduk di posisi sebagai "Yang Dimuliakan" di dalam Majlis  |  yakni para beliau yang biasa atau selalu duduk menempati posisi panggung utama  |  panggung paling atas yang menghadap Jamaah  |  itu sebenarnya menyandang peran paling utama dan menentukan  |  di dalam soal KHUSYU' atau TIDAK KHUSYU'-nya Jamaah suatu Majlis  ||

Semenjak Fatihah Tawassul  |  sampai dengan Doa Akhir Majlis  |  semua Jamaah menatap wajah dan melihat mengamati setiap gerak serta diamnya, ekspresi wajahnya, serta ucapannya para Beliau Yang Dimuliakan ini  ||

Dulu, di zaman Romo YAI RA masih aktif memimpin  |  semua Jamaah menjadi terikut khusyu'  |  tentu lantaran mereka melihat dan meniru langsung seperti apa perilaku Sang Guru - Romo YAI RA -  ketika selama di dalam Majlis  ||  Dan hal yang demikian ini menjadi semacam "virus" yang menular secara positif  |  hingga ke seluruh Jamaah sampaipun ke yang di belakang yang tidak bisa melihat Beliau RA secara langsung  ||

Yang juga penting dalam peran mempengaruhi dalam menjaga kekhusyu'an Jamaah  |  ialah KEDISPLINAN para Ustadz/Santri pembaca Manaqib dan Maulid  |  selama Majlis berlangsung  ||  Dan satu lagi  |  yaitu para Ibu Nyai  |  Para tamu yang dimuliakan oleh Panitya  |  Sejak baru datang saja sudah dihormat  |  dihaturi dan sudah disiapkan tempat di panggung area kaum ibu yang paling depan  ||

Maka  |  jika kita bicara perihal Kualitas Majlis  |  Jika kita membahas soal ikhtiar mengupayakan kekhusyu'an Majlis  |  soal supaya Jamaah tetap Duduk Tuma'ninah di Majlis  dari awal hingga selesai  |  maka YANG MENJADI KUNCI ialah para beliau beliau ini  ||

Ketika Sang Habib yang Mulia ribut memberikan hapenya untuk minta difotokan ke salah seorang jamaah di depannya  |  Atau Habib yang satunya melemparkan buah atau permen seperti anak anak yang bermain main  |  Atau Sang Kyai melayani obrolan WA di hapenya  |  Atau Ustadznya mengajak ngobrol sesama Ustadz yang di sebelahnya  |  Maka sejak saat itu, tercemarilah kekhusyu'an Majlis tersebut  ||

Ketika para Ustadz/Santri petugas pembaca Manaqib & Maulid berfokus hanya pada saat menjelang giliran waktunya membaca  |  sedangkan waktu waktu yang lain banyak digunakan untuk chatting WA, browsing dan facebook di hapenya  |  Ketika Ibu Nyai yang duduk paling depan justru yang paling banyak nyerocos mengobrol tak henti henti pada saat Manaqib sedang dibaca  |  Atau ada Ibu yang Dimuliakan mengeluarkan jajanan untuk camilan  |  Maka sejak saat itu, tercemarilah kekhusyu'an Majlis tersebut  ||

Jadi sebenarnya  |  kalau ikhtiar menegakkan dan menjaga kekhusyu'an Majlis itu diibaratkan seperti ikhtiar melawan korupsi  |  maka hampir sama  |  Pusaran utamanya justru di Pusat Kekuasaan  |  titik nucleusnya di tempat tempat kemuliaan  |  Sasarannya yaa pada mereka yang dimuliakan itu sendiri  ||

Apa sih yang bisa menjadikan atau membuat seseorang bisa begitu tunduk, merunduk dan bertahan khusyu' dalam Majlis yang begitu lama?  |  Karena "roso" di dalam hatinya  |  sepanjang ketika dalam Majlis itu  |  meyakini bahwa dirinya terus menerus dalam pantauan dan bahkan sedang di Hadapan Romo YAI RA  ||

Bayangkanlah sendiri  |  siapa yang berani berulah macam macam pada saat di Hadapannya ada Romo YAI RA ?  ||

Nah, sesungguhnya  |  para pemimpin - segenap "Aimmatul Majlis"  |  termasuk para Pembaca  itu  |  tidak hanya WAJIB di hatinya untuk "HAADHIR" ke Hadapan Guru  |  melainkan lebih dari itu  |  para beliau yang mulia tersebut juga WAJIB mengajak, mendorong, mempengaruhi, menciptakan suasana, menstimulasi kepada SEMUA JAMAAH  |  agar turut HADIR HATINYA ke HADAPAN GURU RA  ||

Adanya "roso" akan hadirnya Guru itulah sesungguhnya yang menjadi "Ruuh" sebagai "keistimewaan nilai" yang ada di dalam Majlis AL KHIDMAH kita ini  |  Dan hal inilah barangkali yang tidak ada atau tidak ditemukan di Majlis Majlis umum yang lainnya  ||  Artinya?  Jika kita bicara sisi negasinya  |  Ketika "Ruuh" Majlis ini tercemari, hilang, atau menjadi tidak ada  |  maka apa bedanya  Majlis kita dengan Majlis Majlis lain pada umumnya ?  ||

Inilah sesungguhnya juga jawaban atas kekaguman banyak orang  |  termasuk para Habaib sendiri  |  yang sempat ada yang mengatakan  :  Majlisnya Kyai Asrori itu begitu khusyu'  |  Semua jamaahnya pun begitu diam menunduk  |  Tidak seperti Majlis Majlis yang lain |  Sampaipun Majlisnya Habaib  ||

Amat disayangkan jika kita mandek  |  berhenti pada rasa senang karena puja puji  |  namun tidak mengikhtiarkan untuk mempertahankan yang pokok dan yang utamanya  ||  Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua  ||

AllaaHhummanfa'naa BiHhii
Wa Bi BarkatiHhii Wa Bi 'UluumiHhii
Fid-Daaroiin. Aamiiin.
Al Faatihah ... !!

Minggu, 04 Maret 2018

PARA PENENTU KEKHUSYU'AN DALAM MAJLIS AL KHIDMAH


Duduk di posisi sebagai "Yang Dimuliakan" di dalam Majlis  |  yakni para beliau yang biasa atau selalu duduk menempati posisi panggung utama  |  panggung paling atas yang menghadap Jamaah  |  itu sebenarnya menyandang peran paling utama dan menentukan  |  di dalam soal KHUSYU' atau TIDAK KHUSYU'-nya Jamaah suatu Majlis  ||

Semenjak Fatihah Tawassul  |  sampai dengan Doa Akhir Majlis  |  semua Jamaah menatap wajah dan melihat mengamati setiap gerak serta diamnya, ekspresi wajahnya, serta ucapannya para Beliau Yang Dimuliakan ini  ||

Dulu, di zaman Romo YAI RA masih aktif memimpin  |  semua Jamaah menjadi terikut khusyu'  |  tentu lantaran mereka melihat dan meniru langsung seperti apa perilaku Sang Guru - Romo YAI RA -  ketika selama di dalam Majlis  ||  Dan hal yang demikian ini menjadi semacam "virus" yang menular secara positif  |  hingga ke seluruh Jamaah sampaipun ke yang di belakang yang tidak bisa melihat Beliau RA secara langsung  ||

Yang juga penting dalam peran mempengaruhi dalam menjaga kekhusyu'an Jamaah  |  ialah KEDISPLINAN para Ustadz/Santri pembaca Manaqib dan Maulid  |  selama Majlis berlangsung  ||  Dan satu lagi  |  yaitu para Ibu Nyai  |  Para tamu yang dimuliakan oleh Panitya  |  Sejak baru datang saja sudah dihormat  |  dihaturi dan sudah disiapkan tempat di panggung area kaum ibu yang paling depan  ||

Maka  |  jika kita bicara perihal Kualitas Majlis  |  Jika kita membahas soal ikhtiar mengupayakan kekhusyu'an Majlis  |  soal supaya Jamaah tetap Duduk Tuma'ninah di Majlis  dari awal hingga selesai  |  maka YANG MENJADI KUNCI ialah para beliau beliau ini  ||

Ketika Sang Habib yang Mulia ribut memberikan hapenya untuk minta difotokan ke salah seorang jamaah di depannya  |  Atau Habib yang satunya melemparkan buah atau permen seperti anak anak yang bermain main  |  Atau Sang Kyai melayani obrolan WA di hapenya  |  Atau Ustadznya mengajak ngobrol sesama Ustadz yang di sebelahnya  |  Maka sejak saat itu, tercemarilah kekhusyu'an Majlis tersebut  ||

Ketika para Ustadz/Santri petugas pembaca Manaqib & Maulid berfokus hanya pada saat menjelang giliran waktunya membaca  |  sedangkan waktu waktu yang lain banyak digunakan untuk chatting WA, browsing dan facebook di hapenya  |  Ketika Ibu Nyai yang duduk paling depan justru yang paling banyak nyerocos mengobrol tak henti henti pada saat Manaqib sedang dibaca  |  Atau ada Ibu yang Dimuliakan mengeluarkan jajanan untuk camilan  |  Maka sejak saat itu, tercemarilah kekhusyu'an Majlis tersebut  ||

Jadi sebenarnya  |  kalau ikhtiar menegakkan dan menjaga kekhusyu'an Majlis itu diibaratkan seperti ikhtiar melawan korupsi  |  maka hampir sama  |  Pusaran utamanya justru di Pusat Kekuasaan  |  titik nucleusnya di tempat tempat kemuliaan  |  Sasarannya yaa pada mereka yang dimuliakan itu sendiri  ||

Apa sih yang bisa menjadikan atau membuat seseorang bisa begitu tunduk, merunduk dan bertahan khusyu' dalam Majlis yang begitu lama?  |  Karena "roso" di dalam hatinya  |  sepanjang ketika dalam Majlis itu  |  meyakini bahwa dirinya terus menerus dalam pantauan dan bahkan sedang di Hadapan Romo YAI RA  ||

Bayangkanlah sendiri  |  siapa yang berani berulah macam macam pada saat di Hadapannya ada Romo YAI RA ?  ||

Nah, sesungguhnya  |  para pemimpin - segenap "Aimmatul Majlis"  |  termasuk para Pembaca  itu  |  tidak hanya WAJIB di hatinya untuk "HAADHIR" ke Hadapan Guru  |  melainkan lebih dari itu  |  para beliau yang mulia tersebut juga WAJIB mengajak, mendorong, mempengaruhi, menciptakan suasana, menstimulasi kepada SEMUA JAMAAH  |  agar turut HADIR HATINYA ke HADAPAN GURU RA  ||

Adanya "roso" akan hadirnya Guru itulah sesungguhnya yang menjadi "Ruuh" sebagai "keistimewaan nilai" yang ada di dalam Majlis AL KHIDMAH kita ini  |  Dan hal inilah barangkali yang tidak ada atau tidak ditemukan di Majlis Majlis umum yang lainnya  ||  Artinya?  Jika kita bicara sisi negasinya  |  Ketika "Ruuh" Majlis ini tercemari, hilang, atau menjadi tidak ada  |  maka apa bedanya  Majlis kita dengan Majlis Majlis lain pada umumnya ?  ||

Inilah sesungguhnya juga jawaban atas kekaguman banyak orang  |  termasuk para Habaib sendiri  |  yang sempat ada yang mengatakan  :  Majlisnya Kyai Asrori itu begitu khusyu'  |  Semua jamaahnya pun begitu diam menunduk  |  Tidak seperti Majlis Majlis yang lain |  Sampaipun Majlisnya Habaib  ||

Amat disayangkan jika kita mandek  |  berhenti pada rasa senang karena puja puji  |  namun tidak mengikhtiarkan untuk mempertahankan yang pokok dan yang utamanya  ||  Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua  ||

AllaaHhummanfa'naa BiHhii
Wa Bi BarkatiHhii Wa Bi 'UluumiHhii
Fid-Daaroiin. Aamiiin.
Al Faatihah ... !!

PARA PENENTU KEKHUSYU'AN DALAM MAJLIS AL KHIDMAH


Duduk di posisi sebagai "Yang Dimuliakan" di dalam Majlis  |  yakni para beliau yang biasa atau selalu duduk menempati posisi panggung utama  |  panggung paling atas yang menghadap Jamaah  |  itu sebenarnya menyandang peran paling utama dan menentukan  |  di dalam soal KHUSYU' atau TIDAK KHUSYU'-nya Jamaah suatu Majlis  ||

Semenjak Fatihah Tawassul  |  sampai dengan Doa Akhir Majlis  |  semua Jamaah menatap wajah dan melihat mengamati setiap gerak serta diamnya, ekspresi wajahnya, serta ucapannya para Beliau Yang Dimuliakan ini  ||

Dulu, di zaman Romo YAI RA masih aktif memimpin  |  semua Jamaah menjadi terikut khusyu'  |  tentu lantaran mereka melihat dan meniru langsung seperti apa perilaku Sang Guru - Romo YAI RA -  ketika selama di dalam Majlis  ||  Dan hal yang demikian ini menjadi semacam "virus" yang menular secara positif  |  hingga ke seluruh Jamaah sampaipun ke yang di belakang yang tidak bisa melihat Beliau RA secara langsung  ||

Yang juga penting dalam peran mempengaruhi dalam menjaga kekhusyu'an Jamaah  |  ialah KEDISPLINAN para Ustadz/Santri pembaca Manaqib dan Maulid  |  selama Majlis berlangsung  ||  Dan satu lagi  |  yaitu para Ibu Nyai  |  Para tamu yang dimuliakan oleh Panitya  |  Sejak baru datang saja sudah dihormat  |  dihaturi dan sudah disiapkan tempat di panggung area kaum ibu yang paling depan  ||

Maka  |  jika kita bicara perihal Kualitas Majlis  |  Jika kita membahas soal ikhtiar mengupayakan kekhusyu'an Majlis  |  soal supaya Jamaah tetap Duduk Tuma'ninah di Majlis  dari awal hingga selesai  |  maka YANG MENJADI KUNCI ialah para beliau beliau ini  ||

Ketika Sang Habib yang Mulia ribut memberikan hapenya untuk minta difotokan ke salah seorang jamaah di depannya  |  Atau Habib yang satunya melemparkan buah atau permen seperti anak anak yang bermain main  |  Atau Sang Kyai melayani obrolan WA di hapenya  |  Atau Ustadznya mengajak ngobrol sesama Ustadz yang di sebelahnya  |  Maka sejak saat itu, tercemarilah kekhusyu'an Majlis tersebut  ||

Ketika para Ustadz/Santri petugas pembaca Manaqib & Maulid berfokus hanya pada saat menjelang giliran waktunya membaca  |  sedangkan waktu waktu yang lain banyak digunakan untuk chatting WA, browsing dan facebook di hapenya  |  Ketika Ibu Nyai yang duduk paling depan justru yang paling banyak nyerocos mengobrol tak henti henti pada saat Manaqib sedang dibaca  |  Atau ada Ibu yang Dimuliakan mengeluarkan jajanan untuk camilan  |  Maka sejak saat itu, tercemarilah kekhusyu'an Majlis tersebut  ||

Jadi sebenarnya  |  kalau ikhtiar menegakkan dan menjaga kekhusyu'an Majlis itu diibaratkan seperti ikhtiar melawan korupsi  |  maka hampir sama  |  Pusaran utamanya justru di Pusat Kekuasaan  |  titik nucleusnya di tempat tempat kemuliaan  |  Sasarannya yaa pada mereka yang dimuliakan itu sendiri  ||

Apa sih yang bisa menjadikan atau membuat seseorang bisa begitu tunduk, merunduk dan bertahan khusyu' dalam Majlis yang begitu lama?  |  Karena "roso" di dalam hatinya  |  sepanjang ketika dalam Majlis itu  |  meyakini bahwa dirinya terus menerus dalam pantauan dan bahkan sedang di Hadapan Romo YAI RA  ||

Bayangkanlah sendiri  |  siapa yang berani berulah macam macam pada saat di Hadapannya ada Romo YAI RA ?  ||

Nah, sesungguhnya  |  para pemimpin - segenap "Aimmatul Majlis"  |  termasuk para Pembaca  itu  |  tidak hanya WAJIB di hatinya untuk "HAADHIR" ke Hadapan Guru  |  melainkan lebih dari itu  |  para beliau yang mulia tersebut juga WAJIB mengajak, mendorong, mempengaruhi, menciptakan suasana, menstimulasi kepada SEMUA JAMAAH  |  agar turut HADIR HATINYA ke HADAPAN GURU RA  ||

Adanya "roso" akan hadirnya Guru itulah sesungguhnya yang menjadi "Ruuh" sebagai "keistimewaan nilai" yang ada di dalam Majlis AL KHIDMAH kita ini  |  Dan hal inilah barangkali yang tidak ada atau tidak ditemukan di Majlis Majlis umum yang lainnya  ||  Artinya?  Jika kita bicara sisi negasinya  |  Ketika "Ruuh" Majlis ini tercemari, hilang, atau menjadi tidak ada  |  maka apa bedanya  Majlis kita dengan Majlis Majlis lain pada umumnya ?  ||

Inilah sesungguhnya juga jawaban atas kekaguman banyak orang  |  termasuk para Habaib sendiri  |  yang sempat ada yang mengatakan  :  Majlisnya Kyai Asrori itu begitu khusyu'  |  Semua jamaahnya pun begitu diam menunduk  |  Tidak seperti Majlis Majlis yang lain |  Sampaipun Majlisnya Habaib  ||

Amat disayangkan jika kita mandek  |  berhenti pada rasa senang karena puja puji  |  namun tidak mengikhtiarkan untuk mempertahankan yang pokok dan yang utamanya  ||  Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua  ||

AllaaHhummanfa'naa BiHhii
Wa Bi BarkatiHhii Wa Bi 'UluumiHhii
Fid-Daaroiin. Aamiiin.
Al Faatihah ... !!

CATATAN KECIL UNTUK ULANG TAHUN AL KHIDMAH YANG KE-12

● 25 Desember 2017

Dalam Al quran surat Adz-Dzariyat ayat ke 56, Allah SWT menginformasikan bahwa tidaklah Dia menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah/beribadah kepadaNya. Wamaa khalaqtul jinna wal insa illaa liya'buduun.

Kata "liya'buduun", oleh kebanyakan mufasir dalam kita-kitab tafsir mereka umumnya ditafsiri dengan "agar mereka beribadah kepadaKu" (lil 'ibaadah) dan "agar mereka makrifat kepadaKu" (liya'rifuun).

Namun dari beberapa sumber yang valid, di antaranya disampaikan secara langsung oleh Kepala Pondok Alfithrah Kedinding, Al-Ustadz KH. Musyafa', M.Th.I saat memberikan sambutan pada apel akbar hari pertama semester genap di Alfithrah minggu lalu, beliau mengungkapkan sebuah fakta bahwa kata "liya'buduun" dalam ayat tersebut oleh Hadlratusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi RA ditafsiri dengan "liyakhdimuun"; agar mereka mau berkhidmah kepadaKu.

Dari ketiga makna atau tafsir tersebut, kalau coba untuk disentesiskan (dicarikan titiktemunya), saya kira antara beribadah (liya'buduun) dengan berkhidmah (liyakhdimuun) samasama merupakan sarana untuk/agar bisa makrifat kepada Allah SWT (liya'rifuun). Artinya, dengan beribadah dan berkhidmah yang --sebut saja-- dilakukan secara "baik dan benar", maka seseorang akan bisa memperoleh (maqam) ma'rifatullah.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kalau keduanya sama-sama merupakan sarana agar bisa mencapai ma'rifatullah, lalu apa perbedaan antara keduanya?. Kenapa Yai RA tak mencukupkan dengan tafsiran yang pertama saja (lil 'ibaadah), dan masih memaknainya dengan "liyakhdimuun"?. Apa (sebenarnya) perbedaan antara ibadah dan khidmah?.

Wallahu a'lam, menurut saya kata "khidmah" dan "ibadah" sebenarnya sama-sama bisa berdimensi "vertikal" dan "horizontal" sekaligus. Artinya, sebagai obyeknya, kedua kata tersebut bisa diaplikasikan kepada Allah sebagai Sang Khaliq dan manusia sebagai makhluk. Kata “khidmah” yang berarti melayani/ngladeni (sepenuh hati), jelas bisa diterapkan untuk kalimat misalnya: “ngladeni Gusti Allah SWT” yang bersifat ritual dan “ngladeni menungso” yang bersifat sosial. Kata “iIbadah”, meskipun kesannya hanya bersifat vertikal (sebab kata ibadah secara sempit berarti: menyembah; mangawulo, dan yang disembah tentunya hanya Allah semata), namun dalam artinya yang luas, segala aktivitas sosial kita dengan sesama manusiapun juga bisa bernilai ibadah, kalau diniati dengan baik dan benar. Mungkin di sinilah perbedaan yang pertama; “khidmah” –sebut saja-- lebih luwes daripada “ibadah”.

Perbedaan yang kedua, (lagilagi) menurut saya, kata “ibadah” lebih umum daripada kata “khidmah”. Itu berarti, orang yang beribadah belum tentu berkhidmah. Sebaliknya, orang yang berkhidmah sudah tentu sekaligus juga telah menunaikan ibadah. Contoh: orang yang salat Zuhurnya karena “terpaksa”, sebab waktu Zuhur hanya tersisa 5 menit saja dan dia tak punya uzur/alasan kuat yang dibenarkan untuk itu, dalam hal ini ia tetap bisa disebut telah menunaikan ibadah salat Zuhur. Tapi apakah dalam kasus ini ia (juga) bisa disebut telah khidmah dan ngladeni Gusti Allah dengan sepenuh hati dalam menunaikan salat Zuhurnya?. Kayaknya koq tidak ya... Sebab jika ia benar-benar khidmah; benar-benar ngladeni Gusti Allah, maka ia tak akan menundanunda salatnya tanpa alasan yang bisa dibenarkan oleh syara’, ia akan salat Zuhur di awal waktu bahkan telah bersiap sebelum masuk waktu Zuhur, dan lalu menunaikannya secara berjamaah, dst. Demikian. Wallahu a’lam.

Selamat ulang tahun yang ke-12 AL KHIDMAH!, 25 Desember 2005-25 Desember 2017.

Sesuai dengan wasiat dari Guru kita Romo Yai Rori RA, semoga kita semua tetap guyub, rukun, istiqamah, serta tuma’ninah dalam berkhidmah dan bernaung di bawah payung teduh AL KHIDMAH sesuai dengan tupoksi kita masing masing. Amin.

Cerita Yai Rori: Babakan Nikah

Sedikit Kutipan Ceramah Romo Yai Rori Al-ishaqi RA (babakan nikah) versi Bahasa Indonesia

"Orang yang (ingin) menikah itu jangan karena (faktor) senang/suka menikah. Orang yang (ingin) menikah itu jangan karena (faktor) kepingin menikah, apalagi karena (faktor) kebelet menikah. Sebab, senang, kepingin, (dan) kebelet itu ada batas (durasi masa aktif) nya. Suatu ketika, akan tiba masanya, dimana rasa senangnya (terhadap pasangannya) itu akan hilang (atau minimal: surut; ter-reduksi). Iya atau nggak?.

Seberapa kuat (tahan lama) sih rasa senang itu, jika sebuah pernikahan tidak dilandasi dengan iman?. Iya kalau masih haram [baca: belum resmi menikah; masih pacaran atau yang sejenis dengan pacaran], naik becak (berdua) pun duduknya kepingin (selalu) rapat (berdekatan). Kadang (ada juga) yang naik sepeda motor pas pacaran, satu jok motor dipakai untuk duduk berdua. Kesulitan mengganti gigi persneling (sepeda motor) pun tak jadi masalah, yang penting bisa duduk (berdua) berdekatan.

Tapi perasan senang dan kepingin (seperti itu) ada batas (masa aktifnya). Suatu ketika bila sudah halal [baca: sudah resmi menikah], (tanpa sengaja) terkena sikut (sedikit oleh pasangannya akan bilang): “agak kesanaan dek…agak kesanaan mas…saya (sedang) capek…jangan bikin sesak (tempat ini) dong…!”. (Gitu itu) jika sudah halal…Kenapa bisa seperti itu?. Karena dalam (menikah dan) mencintai (pasangannya) tidak dianugerahi iman (oleh Allah). Jangan dulu...

(Yang ideal) orang menikah itu karena apa?. Karena (memang) butuh/perlu untuk menikah. Yang dibutuhkan apa?. Yang dibutuhkan itu (hakikatnya) bukan pernikahannya. Bukan itu!. Tapi (yang dibutuhkan) adalah kecocokan jodoh dan hatinya dengan orang yang dicintai. Caranya bagaimana?. Menangis(lah) di hadapan Allah [baca: meratap, munajat, dan berdoa kepadaNya]:

“Ya Allah…(kondisi dan keadaan) saya ini koq masih begini begini saja ya Allah [baca: tidak/belum ada progres positifnya]… Masih belum bisa istiqomah ya Allah… Saya (juga) masih belum bisa thuma’ninah ya Allah.. Ini kekurangan saya Ya Allah… Ini kelemahan saya Ya Allah… Saya itu punya keinginan Ya Allah... Untuk (bisa) hidup bersama seorang cewek…Untuk (bisa) hidup bersama seorang cowok…Yang mana, cewek/cowok tadi Ya Allah… Bisa memenuhi (mengisi, dan melengkapi segala) kekurangan yang ada pada diri saya (tadi) ya Allah… Agar saya bisa istiqomah dan thuma’ninah (ketika) menghadap ke hadiratMu ya Allah…”."

Jumat, 02 Maret 2018

Cerita Yai Rori: JAMAAH MANAQIBAN KAUM IBU

JAMAAH
MANAQIBAN KAUM IBU
DI DESA DESA DI DAERAH
Salah Satu Cita Cita Romo YAI RA

Pada tahun tahun di sekitar 2003 - 2005  |   Romo YAI RA pernah sempat menyebutkan satu ANGAN-ANGAN atau HARAPAN Beliau RA  || 

Hanya, barangkali saja  |  pada masa itu tidak banyak "orang di sekitar Romo YAI RA" yang di-Dawuhi perihal ini  |  Juga, Beliau RA  tidak sempat Dawuh yang terkait soal ini secara berulang-ulang  |  Sehingga, dalam pandangan kita - di AL KHIDMAH secara kebanyakan  |   angan angan atau harapan Beliau RA ini bukanlah prioritas  |  Atau bahkan tidak menjadi tugas pekerjaan dalam program kerja Jamaah AL KHIDMAH hingga kini  ||

Apa angan angan atau harapan Romo YAI RA itu ?  |  Ialah  :  TERBENTUKNYA JAMAAH MANAQIBAN KAUM IBU  |  yang mana kegiatannya bisa terselenggara secara rutin  |  di kampung kampung di daerah daerah  ||

Bisa dimengerti  |  waktu itu kebetulan adalah masa masa awal dimulainya penerimaan dan kegiatan mengaji bagi Santri Puteri di Ponpes As Salafi AL FITHRAH Kedinding Surabaya  |  Sehingga AL FITHRAH Puteri, mungkin, suatu saat bisa menjadi "Pusat Belajar" untuk kemampuan membaca manaqib  |  bagi siapapun Al Khidmah Puteri atau santri puteri dari Pondok Pesantren dari daerah manapun  ||

Bisa kita bayangkan  |  Seandainya di desa atau di kelurahan di mana kita tinggal - yang di situ terdiri dari sejumlah RW dan sekian banyak RT  |  telah memiliki Jamaah Manaqiban Kaum Ibu  |  Sehingga istri kita bisa terikut bergabung bersama  |  Atau ketika kita  punya hajat tertentu  |  istri kita bisa mengundang mereka untuk manaqiban di rumah  ||

Berapa banyak anak anak generasi penerus kita  |  yang sedari masih dalam kandungan  |  masih berada di dalam perut ibunya  |  mereka sudah diajari dan dikenalkan kepada nama Kanjeng Syeikh Abdul Qodir Al Jiilani RA ?  |  Berapa jumlah anak anak generasi penerus kita  |  yang sejak masa masih menyusu ke ibunya  |  ia sudah disuguhi minuman oleh ibunya, yang mana telah sekian kali "kecipratan" berokahnya manaqiban ?  |  Demikian seterusnya  ||

Setiap Ibu - hakikatnya - adalah "pelaku utama" dalam setiap jengkal upaya pembentukan karakter bangsa  ||

Namun demikian  |  hingga saat ini  |  Jamaah Al Khidmah Kaum Ibu di daerah daerah  |  dalam kegiatannya kebanyakan masih sebatas "mengikuti" akan Majlis yang "dipimpin" oleh Kaum Bapak  |  Dalam kepanityaan  |  peran Kaum Ibu juga masih hanya bersifat "mensupport" Panitya yang kebanyakan diisi oleh Kaum Bapak  ||