Minggu, 04 Maret 2018

CATATAN KECIL UNTUK ULANG TAHUN AL KHIDMAH YANG KE-12

● 25 Desember 2017

Dalam Al quran surat Adz-Dzariyat ayat ke 56, Allah SWT menginformasikan bahwa tidaklah Dia menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah/beribadah kepadaNya. Wamaa khalaqtul jinna wal insa illaa liya'buduun.

Kata "liya'buduun", oleh kebanyakan mufasir dalam kita-kitab tafsir mereka umumnya ditafsiri dengan "agar mereka beribadah kepadaKu" (lil 'ibaadah) dan "agar mereka makrifat kepadaKu" (liya'rifuun).

Namun dari beberapa sumber yang valid, di antaranya disampaikan secara langsung oleh Kepala Pondok Alfithrah Kedinding, Al-Ustadz KH. Musyafa', M.Th.I saat memberikan sambutan pada apel akbar hari pertama semester genap di Alfithrah minggu lalu, beliau mengungkapkan sebuah fakta bahwa kata "liya'buduun" dalam ayat tersebut oleh Hadlratusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi RA ditafsiri dengan "liyakhdimuun"; agar mereka mau berkhidmah kepadaKu.

Dari ketiga makna atau tafsir tersebut, kalau coba untuk disentesiskan (dicarikan titiktemunya), saya kira antara beribadah (liya'buduun) dengan berkhidmah (liyakhdimuun) samasama merupakan sarana untuk/agar bisa makrifat kepada Allah SWT (liya'rifuun). Artinya, dengan beribadah dan berkhidmah yang --sebut saja-- dilakukan secara "baik dan benar", maka seseorang akan bisa memperoleh (maqam) ma'rifatullah.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kalau keduanya sama-sama merupakan sarana agar bisa mencapai ma'rifatullah, lalu apa perbedaan antara keduanya?. Kenapa Yai RA tak mencukupkan dengan tafsiran yang pertama saja (lil 'ibaadah), dan masih memaknainya dengan "liyakhdimuun"?. Apa (sebenarnya) perbedaan antara ibadah dan khidmah?.

Wallahu a'lam, menurut saya kata "khidmah" dan "ibadah" sebenarnya sama-sama bisa berdimensi "vertikal" dan "horizontal" sekaligus. Artinya, sebagai obyeknya, kedua kata tersebut bisa diaplikasikan kepada Allah sebagai Sang Khaliq dan manusia sebagai makhluk. Kata “khidmah” yang berarti melayani/ngladeni (sepenuh hati), jelas bisa diterapkan untuk kalimat misalnya: “ngladeni Gusti Allah SWT” yang bersifat ritual dan “ngladeni menungso” yang bersifat sosial. Kata “iIbadah”, meskipun kesannya hanya bersifat vertikal (sebab kata ibadah secara sempit berarti: menyembah; mangawulo, dan yang disembah tentunya hanya Allah semata), namun dalam artinya yang luas, segala aktivitas sosial kita dengan sesama manusiapun juga bisa bernilai ibadah, kalau diniati dengan baik dan benar. Mungkin di sinilah perbedaan yang pertama; “khidmah” –sebut saja-- lebih luwes daripada “ibadah”.

Perbedaan yang kedua, (lagilagi) menurut saya, kata “ibadah” lebih umum daripada kata “khidmah”. Itu berarti, orang yang beribadah belum tentu berkhidmah. Sebaliknya, orang yang berkhidmah sudah tentu sekaligus juga telah menunaikan ibadah. Contoh: orang yang salat Zuhurnya karena “terpaksa”, sebab waktu Zuhur hanya tersisa 5 menit saja dan dia tak punya uzur/alasan kuat yang dibenarkan untuk itu, dalam hal ini ia tetap bisa disebut telah menunaikan ibadah salat Zuhur. Tapi apakah dalam kasus ini ia (juga) bisa disebut telah khidmah dan ngladeni Gusti Allah dengan sepenuh hati dalam menunaikan salat Zuhurnya?. Kayaknya koq tidak ya... Sebab jika ia benar-benar khidmah; benar-benar ngladeni Gusti Allah, maka ia tak akan menundanunda salatnya tanpa alasan yang bisa dibenarkan oleh syara’, ia akan salat Zuhur di awal waktu bahkan telah bersiap sebelum masuk waktu Zuhur, dan lalu menunaikannya secara berjamaah, dst. Demikian. Wallahu a’lam.

Selamat ulang tahun yang ke-12 AL KHIDMAH!, 25 Desember 2005-25 Desember 2017.

Sesuai dengan wasiat dari Guru kita Romo Yai Rori RA, semoga kita semua tetap guyub, rukun, istiqamah, serta tuma’ninah dalam berkhidmah dan bernaung di bawah payung teduh AL KHIDMAH sesuai dengan tupoksi kita masing masing. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar